Kamis, 26 April 2012

Ciri-ciri Ekonomi Islam


Ekonomi Islam mempunyai ciri ciri khusus yang membedakannya dari system ekonomi lainnya. Ciri ciri yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Ekonomi Islam merupakan bagian dari system Islam yang universal
Ekonomi Islam mempunyai hubungan yang sempurna dengan agama Islam, baik sebagai akidah maupun syariat. Oleh karena itu kalau kita mempelajari ekonomi Islam tidak boleh lepas dari akidah dan syariat Islam, karena system ekonomi Islam merupakan bagian dari syariat dan erat hubungannya dengan akidah senagai dasar. Hubungan ekonomi Islam dengan akidah ini akan tampak misalnya dalam pandangan Islam kepada seluruh alam yang dititahkan untuk patuh dan mengabdi kepada Tuhan, dan tampak pula dalam masalah halal dan haram yang menjiwai orang Islam tatkala ia melangkah pada satu diantara sekian banyak cara bermuamalat, dan akhirnya akan tampak pada kepercayaan adanya unsure pengawasan yang dirasakan orang Islam dari alam Gaib.
Dalam keyakinan kita, memandang ekonomi Islam merupakan satu bagian saja dari sistem Islam yang menyeluruh dan merupakan hal yang paling nyata dari hal-hal yang membedakan ekonomi Islam dengan ekonomi lainnya. Hubungan ekonomi Islam dengan akidah dan syariat itulah yang menyebabkan kegiatan ekonomi dalam Islam berbeda dengan kegiatan ekonomi menurut sistem system hasil penemuan manusia, menyebabkan memiliki sifat pengabdian dan cita cita yang luhur, dan menyebabkannya memiliki pengawasan atas pelaksanaan kegiatan ini dengan pengawasan sebenarnya. Uraiannya adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan ekonomi dalam Islam bersifat pengabdian, Dalam Islam dikenal kaidah umum, yang menyatakan bahwa pekerjaan apapun yang dilakukan oleh orang Islam, baik pekerjaan ekonomi atau bukan, bisa berubah dari pekerjaan material biasa menjadi ibadah yang berpahala apabila orang Islam tadi dalam pekerjaannya bermaksud mengubah niatnya untuk mendapatkan keridaan Allah SWT. Peranan niat sangatlah penting dalam mengubah pekerjaan biasa menjadi ibadah yang berpahala. Dalam salah satu hadist yang diriwayatkan oleh Umar bin Khatab, Rasulullah bersabda: “semua pekerjaan sesuai dengan niatnya. Sesungguhnya setiap orang mempunyai niat sendiri-sendiri. Barang siapa berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnyapun kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa berhijrah kepada dunia atau kepada seorang wanita yang akan ia nikahi, hijrahnyapun kepada naitnya dalam hijrah kesana”.
Pada hadits lain diceritakan bahwa, sebagian sahabat Nabi mengatahui seorang pemuda yang bergegas melakukan pekerjaannya. Seorang sahabat mengatakan, “seandainya ini pada jalan Allah”. Maka Nabi bersabda, “Janganlah berkata demikian, sebab jika ia keluar berusaha demi anak yang kecil kecil, dia berada dijalan Allah. Jika ia keluar berusaha demi ibu bapaknya yang telah tua, ia ada di jalan Allah. Dan jika keluar demi dirinya sendiripun, masih pula dijalan Allah. Namun, jika ia ingin dipuji orang (riya) atau karena membanggakan diri, dia berada dijalan setan”.
Dapat dimengerti dari hadist tersebut bahwa kegiatan ekonomi maupun kegiatan apa saja apabila bersih niatnya dan ikhlas tujuannya, maka sungguh dapat digolongkan pada ibadah.
2. Kegiatan ekonomi dalam Islam bercita cita luhur, Kegiatan ekonomi Islam bertujuan tidak hanya mengejar materialisme saja, tetapi yang menjadi tujuan luhur ekonomi Islam adalah bagaimana memakmurkan bumi untuk mendapatkan kehidupan yang insani sebagai tanda pengabdian kepada Allah SWT sebagai khalifah di muka bumi. QS. Al Qashash (28) ayat 77, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagian) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagimu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
b. Pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan ekonomi dalam Islam
Adalah pengawasan yang sebenarnya mendapat kedudukan utama pengawasan kegiatan ekonomi pada lingkungan ekonomi Islam, disamping adanya pengawasan syariat yang dilaksanakan oleh kekuasaan umum, ada pula pengawasan yang lebih ketat dan aktif, yakni pengawasan dari ahti nurani yang terbina atas kepercayaan adanya Allah dan perhitungan hari akhir. Hati nurani ini adalah hasil bumi Islam, hasil iklim Islam dan hasil pendidikan Islam yang dijiwai dengan kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, sebagaimana disebutkan dalan hadist:
  1. “Dan Allah ada bersamamu dimana saja kamu berada“
  2. “Sesungguhnya bagi Allah tidak ada sesuatupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit“
  3. “Dia (Allah) mengatahui mata yang berkhianat dan apa yang tersembunyi dalam dada“
  4. tatkala Rasulullah itu di tanya tentang maksud berbuat baik, beliau bersabda: “(berbuat baik itu) engkau sembah Allah seolah olah engkau melihat Dia. Jika engkau tida melihat Nya maka Dia sesungguhnya melihatmu“.
c. Ekonomi Islam merealisasikan keimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat
Sebagaimana apa yang menjadi tujuan luhur kegiatan ekonomi Islam seperti yang disebutkan diatas maka keuntungan material hanya sebagai perantara untuk mewujudkan kemakmuran dimuka bumi untuk kehidupan yang insani, sebagai kepatuhan terhadap perintah Allah dan ralisasi dari khilafat dimuka bumi Allah, kerena percaya bahwa manusia pasti akan berdiri dihadapan penciptanya untuk mempertanggungjawabkan khilafat ini, dan apa yang telah dibaktikan kepada-Nya.
Jadi cita-cita kegiatan ekonomi Islam bukanlah menciptakan persaingan, monopoli, ataupun sikap mementingkan diri sendiri dengan usaha mengumpulkan semua harta kekayaan dunia dan mencegahnya dari orang lain, seperti yang terjadi dalam lingkungan sistem ekonomi lainnya. Akan tetapi cita citanya adalah meralisasikan kekayaan, kesejahteraan hidup, dan keuntungan umum bagi seluruh masyarakat disertai niat melaksanakan hak khilafat dan mematuhi perintah Allah SWT.
Dalam Islam mengakui kepentingan individu dan kepentingan orang banyak selama tidak ada pertentangan antara keduanya atau selama masih mungkin mempertemukan keduanya. Buktinya dalam soal hak milik, Islam masih mengakui hak milik individu, dan pada saat yang sama masih mengakui hak milik orang banyak. Satu diantara keduanya tidak diabaikannya. Dalam soal kemerdekaan, Islam mengakkui kemerdekaan bagi individu, tetapi tidak membebaskannya secara mutlak tanpa batas, sehingga akan membahayakan orang banyak. Adapun terjadi pertentangan antara kepentingan individu dan kepentingan orang banyak, dan tidak mungkin diselenggarakan keseimbangan atau pertemuan antara kedua kepentingan ini, maka Islam akan mendahulukan kepentingan orang banyak dari pada kepentingan individu.
Dalil dalil atas keterangan diatas antara lain adalah larangan Rasulullah SAW, tentang jual beli antara orang kota yang bertindak sebagao komisioner dengan penduduk padang pasir, dalam sabdanya, “Biarkan orang orang itu dikarunia rezeki Allah, seorang dari yang lain“. Dalam hal ini, didahulikan kepentingan umum, yaitu kepentingan penduduk padang pasir dan melalaikan kepentingan orang kota kalau jual beli dilakukan dengan jalan mewakilkan orang dengan pemberian upah.
Rasulullah pernah mencegah pedagang menyongsong para penunggang unta. Disini kepentingan umum kembali didahulukan, yaitu kepentingan orang kepasar di dahulukan atas kepentingan khusus yakni kepentingan penyongsongan tersebut untuk memperoleh barang dagangan dan menjulanya lagi dengan tujuan mencari laba.

1 komentar:

  1. ya sma2. sya juga sng anda tlah brkunjung diblog sya... :-)

    BalasHapus

animasi bergerak gif
Mirip Aku